Berbicara tentang ikhtilat saya memang tak terlalu ahli dalam melafalkannya tapi saya makin dibuat penasaran saat baru-baru mengikuti kajian seorang ustadz yang menyebut-nyebut kata "ikhtilat" sebagai penyakit para Aktivis Dakwah Kampus (ADK). Setelah membaca beberapa artikel, searching didunia maya dan mungkin ada beberapa yang bisa ditangkap dan berbagi bersama rekan para aktivis dakwah kampus, dan bukan pula berarti saya merasa lebih baik tetapi semoga apa yang disampaikan mengingatkan pada diri sendiri dan rekan-rekan untuk bersama-sama berusaha maksimal menghindari ikhtilat.
Pencampuran antara lawan jenis yang bukan mahram justru akan mengundang hal-hal yang tidak baik tentunya. Lihat saja di tempat sekitar kita saat melihat sekelompok anak muda mudi nongkrong mungkin kita lihat beberapa berpasangan saling berpegangan, pemuda memeluk pinggul wanitanya bahkan lebih dari itu (mungkin). Lantas apa yang kita pikirkan tentang mereka??. Yaaah nakal, udah gak punya malu, mamerin kemaksiatan, murahan, tidak beradab, so’ bejad dan lainnya. Kata-kata seperti itulah yang spontan akan keluar dari mulut kita minimalnya terlintas di benak kita dan akhirnya pasti su’udzon lebih parah menghujat mereka. Saya tak kuasa membayangkan jika orang tua mereka yang melihat anaknya berlaku seperti itu pasti naluri/hatinya akan sangat sedih, dan entah doa/perkataan seperti apa yang terlontar semoga jauh dari kutukan/doa yang tidak baik. Itu baru muda-mudi yang ‘ammah, lalu bagaimana dengan kita aktivis dakwah?? yang sudah didapatkan berkali-kali di ta’lim tahu arti, batasan, dalil dilarangnya ikhtilat dikatakan sudah ngolotok di luar kepala. Jelas kita harus jauh lebih menjaga saat terjadi “pencampuran” dalam kepentingan dakwah karena syaitan pun akan menggoda lebih dahsyat kepada para aktivis yang sudah tahu, memahami dan menjadi pilihan untuk mau mengamalkannya atau tidak? Tidak mengamalkan merupakan kelalaian seseorang itu dan keburukan yang menimpa dirinya dan sebaliknya saat mampu mengamalkan maka balasan pahala dan keberuntungan disisinya.
Saat pencampuran maka terkadang tidak dapat dihindarkan pandangan mata antar lawan jenis, yang dikhawatirkan adalah pandangan yang bukan tidak disengaja. Jika menurutkan hawa nafsu yaa hal ini memang suatu kewajaran fitrah karena satu sama lain ada ketertarikan dimana laki-laki melihat perempuan sebagai tempat memenuhi hasratnya, membayangkan ini itu yang jelas ini sudah mendekati pada zina bahkan sudah sampai dikatakan zina hatinya, pikirannya naudzubillah... maka seperti sudah kita ketahui dalam firmannya memerintahkan laki-laki menundukan pandangan. Perkara yang merupakan perintah sesuatu menunjuk sesuatu itu perkara yang wajib dilakukan. Mengingkari yang wajib berati haram dan berdosa. Disinilah para ikhwan wajib untuk menundukan pandangan ghadulbashar tapi bukan berarti menundukan sampai menubruk dinding tapi bagaimana kita pandai menyiasatinya. Saat pandangan tak dijaga maka VMJ pun mungkin akan merebak dikalangan para aktivis , yaa seperti kata pepatah “dari mata turun ke hati..” ini lebih akan mengundang fitnah/hujatan dimana para aktifis biasanya akan lebih disorot mengenai akhlak/tingkah lakunya dan menggangu efektifitas keberjalanan dakwah. Sudah cukup contoh riil yang kita ketahui ada aktivis yang jauh sampai seperti itu lalu selanjutnya menjadi tugas kita bersama untuk menghidarkan agar hal itu tidak terulang kembali, apakah dengan menghilangkan, menerapkan aturan-aturan agar tidak terjadi ikhtilat. Karena terjadinya pandangan seperti ini pun karena memang ada ikhtilat antara ikhwan dan akhwat.
Ikhtilat sendiri terjadi karena memang ada pelanggaran dalam batas pergaulan ikhwan-akhwat, contoh
karena rapat kurang menjaga hijab, seperti jarak yang terlalu dekat atau tiada sekat penghalang antara ikhwan-akhwat atau kondisi rapat yang saling berhadapan. Terkadang “tidak mengapa tidak ada hijab/sekat yang penting hatinya..”. justru selentingan seperti tadi tidak boleh kita sepelekan selagi bisa kita usahakan karena dengan keberadaan hijab/sekat tadi bisa meminimalisir untuk tidak terjadi ‘pandangan’ ataupun kalau memang benar-benar tidak ada bisa kita buat jarak yang cukup antara ikhwan-akhwat.
Suara-suara yang mendayu saat berinteraksi langsung atau telepon akan mengundang ikhwan untuk tertarik lebih dekat sampai terjalin keakraban karena respon awal yang diberikan akhwat.
Seringnya berinteraksi sampai-sampai sudah diluar urusan dakwah yang zaman sekarang gencar melalui berbagai teknologi sms, telepon, YM-an, facebook dsb.
Sekedar ngambil pelajaran dari curhatan temen2, sepertinya masalah adanya hubungan tanpa status, teman tapi mesra, bahkan sampai pacaran dikalangan aktivis pastinya berawal dari adanya ikhtilat, yang diikuti terjadinya beberapa pelanggaran seperti yang disebutkan diatas.
Sebagai seorang akhwat tentunya kita pun harus berupaya aktif untuk lebih menjaga sikap, gerak-gerik kita yang sering kita tidak sadari ternyata hal itu malah mengundang ikhwan tertarik (terkecuali saat perkumpulan khusus akhwat) membuka peluang terjadinya ikhtilat. Terlebih lagi para aktivis yang aktif di BEM-Jurusan, Fakultas dan BEM Universitas tentunya pintu ikhtilat terbuka lebar maka jangan sampai hal itu malah ajang melampiaskan berinteraksi bebas antar ikhwan-akhwat yang sama-sama pengurus BEM (karena satu samalain kecendrungan tertarik yang sesama aktivis), yang kemudian membuat hubungan jadi lebih cair saat diluar wajihah dakwah, sering ada alasan menjaga perasaan rekan lain yang belum faham agar tampak tak terlalu kaku yang bahkan ujung-ujungnya malah terwarnai, tak ada bedanya aktivis dan non aktivis. Naudzubillah...
(semoga Allah menghindarkan dari perbuatan ikhtilat)
Ini tantangan kita untuk bisa menghadapinya karena ketika para pelaku dakwah ini adalah orang-orang yang bisa menjaga dirinya maka untuk menjaga orang lain pun akan terasa tak sesulit yang dibayangkan, dimana kualitas akan seiring membawa pertambahan kuantitas daripada kader dakwah, maka tegaknya nilai islam dilingkungan kampus pun bukan lah sekedar menjadi angan belaka. Semoga kita semua mampu mewujudkan dan juga semoga keberkahan selalu mengiringi jalan perjuangan dakwah kita.
Desember, 2011